Thursday, June 7, 2012

Melirik Kebiasaan Warga Adat Banten Kidul Ciptagelar


‘Nipung Ka Halu’ Dikerjakan Ratusan Wanita
TRADISI LANGKA : Puluhan wanita warga Kampung Adat Ciptagelar saat menumbuk padi dalam lesung.
Tak hanya tradisi seren taun yang ada di Kasepuhan Adat Ciptagelar Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok. Di sana, justru banyak tradisi adat yang tidak banyak diketahui oleh orang. Kasepuhan Ciptagelar ini, adalah salah satu kasepuhan yang mempertahankan kebuasaan leluhurnya. Bukan hanya di bidang pertanian, masalah kejujuran, rehab rumah pun diatur dalam tradisi adat Banten Kidul ini. Kemarin, ada tradisi yang menarik perhatian saat Reporter Radar Sukabumi berkunjung yang kesekian kalinya ke Kampung Adat itu. Yakni, pembuatan tipung dengan cara tradisional bari ngadongdang.
PERLI RIZAL, PALABUHANRATU,-
BENAR-Benar unik dan tradisional. Kegiatan ‘nipung ka halu’ sangat membudaya di sana. Kegiatan membuat tepung beras menggunakan halu dengan cara menumbuknya ramai-ramai itu adalah salah satu tradisi yang dipertahankan warga adat Banten Kidul.
Mereka ramai-ramai membuat tepung beras menggunakan halu, sejenis tongkat kayu yang panjangnya bisa sampai 1,5 sampai dua meter. Sedikitnya ada 100 orang setiap kali membuat tepung. Biasanya, pembuatan tepung itu dalam rangka menghadapi acara.
Seperti Seren taun (syukuran hasil panen), pertengahan bulan atau tepatnya di tanggal 14an menurut kalender Sunda. Itu adalah kegiatan rutin yang dilakukan setiap bulan purnama tiba.
Nipung ka halu inilah salah satu proses pembuatan kue dengan cara tradisional. Merubah padi hingga menjadi tepung itu sama sekali tidak memakai unsur mesin. Semuanya mulai dari padi menjadi beras dan beras menjadi tepung menggunakan proses nipung ka halu. Mulai wanita remaja hingga orang tua berkumpul disana.
Tak ada koordinator atau instruktur. Mereka sudah mengerti sendiri setiap pertengahan bulan selalu membuat tepung ramai-ramai. “Masyarakat tos pada ngartos, kabiasaan ieu tos puluhan taun. mungkin ratusan tahun meuren. (Kita sudah mengerti dan sadar sendiri. Kebiasaan ini sudah puluhan tahun. Atau ratusan tahun kali. Jadi sudah terbiasa,” jelas salah satu pembuat tepung, Nurmah (60).
Uniknya, mereka juga mengerti seni. Pembuatan tepung itu sekali-kali menggunakan nada ‘dondang dogdang, dongdang dang dong jer’ suara tumbukan halu diarahkan kepada tepung dan kayu. Mereka juga sambil mengobrol, rupa-rupa yang dibicarakan, mulai soal keluarga hingga soal acara adat. Tepungnya pun dibuat macamm-macam. Mulai dijadikan dodol hingga-kue-kue lain yang disajikan untuk tamu undangan.
Nah, disinilah kelebihan warga kampung adat itu. Meski secara finansial mereka terlihat ‘tak berduit’. Namun, mereka terlihat nyaman dengan kondisi yang mereka tengah dialami. Mereka akrab satu sama lainnya. Kompak dalam gotong-royong. Apalagi sudah ada perintah dari sang kasepuhan yakni Abah Ugi Sugriana R (23). Abah Ugi merupakan pimpinan kasepuhan termuda di antara banyak kasepuhan lainnya seperti Cisungsang, Sirnaresmi atau Ciptamulya . Ia mendapatkan wangsit dari ayahnya, Abah Ucup alias Abah Anom untuk menggantikannya setelah ayahnya meninggal tiga tahun silam.(**)

Puluhan Kesenian Buhun Terancam Punah


A. RAYADIE/"PRLM"
A. RAYADIE/"PRLM"
PEMBUKAAN Kirab Seni Budaya Jawa Barat Zona Wilayah Priangan di halaman Balaikota Sukabumi, Sabtu (31/3/12). Dari 243 jenis kesenian yang tersebar di sejumlah daerah di Jawa Barat, diperkirakan hampir sepuluh persen nyaris punah. Padahal kesenian tersebut merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan sebagai khasanah bangsa. *
SUKABUMI, (PRLM).- Dari 243 jenis kesenian yang tersebar di sejumlah daerah di Jawa Barat diperkirakan hampir sepuluh persen nyaris punah. Padahal kesenian tersebut merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan sebagai khasanah bangsa. Untuk mengantisipasi dari kepunahan, puluhan seniman muda dari berbagai perguruan tinggi mulai melakukan revitalisasi.
Para sarjana dari Universitas Pendidikan Indonesia dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STS) di Bandung telah disebar di beberapa daerah untuk kembali mempelajari dan menggali kesenian yang dinyatakan hampir punah. Apalagi diperkirakan hampir empat puluh persen kesenian tradisional lainnya, terancam serupa. Sebagianm besar kesenian yang terancam punah atau hampir punah berupa seni teater dan sandiwara rakyat
Hal tersebut diungkapkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan dalam sambutannya yang disampaikan Asisten Daerah Bidang III Perekonomian, Wawan Ridwan , Sabtu (31/3) pada pembukaan Kirab Seni Budaya Jawa Barat Zona Wilayah Priangan di halaman Balai Kota Sukabumi.
Kesenian itu hampir punah, kata Ahmad Heryawan, tidak hanya diakibatkan minimnya frekuensi pergelaran. Tetapi regenerasi tidak berjalan mulus akibat generasi penerus tidak mau mempelajarinya. Karena itu, sangat diperlukan adanya penyegaran. Termasuk merevitalisasi dan pewaris kesenian dengan menurunkan para seniman dan sarjana muda.
“Alhasil dari upaya itu, tahun lalu sebelas kesenian tradisional berhasil direvilitasi. Salah satunya, seni uyeg di Kota Sukabumi. Seni teater yang merupakan kesenian tradisonal semasa kerajaan Padjajaran di abad ke 15, kini kembali bergeliat. Sedangkan tahun ini, terdapat lima kesenian tradisional masuk program pewarisan,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Nunung Sobari didampingi Wali Kota Sukabumi, H. Mokh. Muslikh Abdussyukur, mengungkapkan kirab seni budaya diharapkan dapat memberikan ruang seluas-luasnya kepada para seniman agar dapat mengaktualisasikan seluruh karya-karya seni terbaiknya.
“Kegiatan kirab telah melibatkan seribu seniman termasuk para sarjana dan seniman muda. Mereka berkreasi untuk menampilkan karyaw terbaiknya,” ujar Nunung.
Wali Kota Sukabumi, H. Mokh. Muslikh Abdussyukur, mengungkapkan kegiatan kirab dapat mendorong seluruh seniman untuk terus berkarya lebih baik. Sejumlah kesenian yang selama ini jarang tampil dapat disaksikan warga. (A-162/A-147)***

Tuesday, October 6, 2009

BUDAYA SUNDA


Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum lemah lembut dan sangat menghormati orang tua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua.